Sepertinya presiden SBY kian membenarkan stigma beberapa kalangan bahwa beliau suka mencari popularitas di kala ada pemberitaan yang tengah dipandang oleh jutaan masyarakat Indonesia. Seperti pada saat meninggalnya Mbah Surip (the granpa of reggae Indonesia), beliau memberikan pidato kenegaraan untuk mengungkapkan bela sungkawa beliau. Memang tak ada salahnya dengan kegiatan tersebut. Namun, yang bikin kalangan tersebut bingung, mengapa saat berita wafatnya W.S. Rendra, sang merak, beliau tidak melakukan hal yang sama? Apa karena sibuk atau dikarenakan popularitas W.S. Rendra tak lagi secerah masa kejayaannya dulu.
Tak heran jika Presiden SBY mendadak menggelar sidang paripurna kabinet beberapa hari lalu salah satunya menanggapi isu penangkapan Amir Jamaah Anshorut Tauhid, Abu Bakar Ba'asyir. Presiden merasa sudah ada opini di masyarakat yang menggeser persoalan ini menjadi berbau politis.
Presiden pun langsung meluruskan teroris masuk dalam kategori pelanggaran hukum dan bukan isu politis.
Munculnya alasan politis dalam pengungkapan kasus terorisme dikarenakan sikap Densus 88 Antiteror yang tidak transparan dalam membongkar kasus teror. Selain selalu menembak mati beberapa aktor penting dari jaringan teroris.
Padahal, bagi beberapa kalangan menangkap hidup-hidup pentolan teroris bisa mengungkap "cadar" dari jaringan teroris yang kini seolah merambah Tanah Air. Tapi, anehnya, polisi dengan pandai mengatakan melakukan hal tersebut lebih mahal. Kenapa penanganan kasus ekstra ordinary crime, harus dihubungkan dengan untung rugi.
Namanya saja sudah ekstra, tentu penanganannya juga harus ekstra tak lagi biasa-biasa saja. Polisi juga dianggap terlalu menguasai semua perjalanan penanganan terorisme di Tanah Air.
Tak heran dengan semua runutan cerita itu belum lagi kejanggalan dan tindakan lebay dalam penangkapan semakin membawa kesan penanganan teroris kini masuk dalam ranah politis. Lebih gila lagi, Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane menuding ada bumbu persaingan calon Kapolri dalam penanganan kasus teroris. Meski semua itu dibantah oleh kepolisian.
Ke depan, ada baiknya juga penanganan teroris ini ditangani tidak hanya Densus 88 namun juga melibatkan pasukan khusus yang dimiliki TNI. Setidaknya, isu politis yang coba digulirkan kalangan di luar kepolisian sedikit tereliminasi. Karena biasanya, penguasaan terhadap suatu "kasus" membuat iri orang lain. wallahu alam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar