Hmmm..untuk sekedar sambilan aja, kali ini saya ingin menuliskan rahasia di balik cerpen-cerpenku. Inspirasi yang mendasari terciptanya cerpen saya sebelumnya: Sebuah Nisan dan Kenangan dalam Tetesan Hujan. Saya hanya bermaksud untuk berbagi pengalaman selama menulis, yaitu inspirasi bisa datang dari mana saja; dari hal terkecil sekalipun. ^.^
Baiklah, tanpa berlama-lama lagi saya akan mulai membeberkannya. Selamat menikmati.
SEBUAH NISAN
Sebuah Nisan merupakan cerpen pertama yang berhasil saya buat semenjak masuk DKV. Karena tugas-tugas DKV yang banyak menyita waktu, saya belum pernah kembali menulis lagi sejak semester pertama. Sebelumnya, sewaktu SMA saya pernah membuat cerpen berjudul Romansa Anak Reggae, Sesaat Denganmu, dan Masih Adakah Waktu?. Selain cerpen, saya juga pernah menulis sebuah naskah drama yang diperuntukan untuk tugas pelajaran Bahasa Indonesia. Namun, sayangnya, setelah lulus dari SMA, komputer (PC) saya terkena virus sehingga harus merelakan data-datanya hilang bersama dengan diinstal ulangnya PC saya.
Sebuah Nisan menceritakan pengalaman saya sewaktu SMP ketika harus berhujan-hujanan dengan sahabat yaitu Dyah Tursina Andriani dan Siti Zulaikhah sepulang dari latihan drama Bahasa Indonesia. Kejadian itu kami alami ketika kami duduk di kelas 9 semester 2, menjelang UAN. Berkat latihan dan pengorbanan kami sekelompok, kelompok kami dinobatkan sebagai kelompok dengan penampilan terbaik oleh guru pembimbing kami. Dan itu merupakan kenangan yang tak bisa saya lupakan dari masa putih-biru.
Di dalam cerpen Sebuah Nisan tersebut, diceritakan saya harus kehilangan sahabat saya Tursina Andriani akibat penyakit yang telah lama diidapnya. Sebenarnya, hal tersebut merupakan "metafora" dari perubahan sosok Dyah menjadi pribadi yang lebih baik dan dewasa. Mau tidak mau saya harus menerima perubahan tersebut. Karena dalam persahabatan kita harus menerima apapun "warna" dari sahabat kita, dengan begitu persahabatan akan bisa terjalin dengan baik selalu. Sosok asli dari tokoh Tursina Andriani masih ada dalam kehidupan nyata hingga tulisan ini dibuat. Dan sampai detik ini saya masih bersahabat dengan Dyah dan Zulaikhah. Meski saya harus terpisah dari mereka karena selepas SMP saya terpaksa harus meninggalkan Kota Pahlawan dan bersekolah di Cianjur. Kini, saya tinggal di Depok dengan kedua orang tua saya, semasa SMA saya tinggal bersama kakek (alm) dan nenek saya.
Inti dari cerpen Sebuah Nisan yaitu jangan pernah melupakan sahabat yang kita miliki hingga hari ini. Terimalah "warna" yang mereka miliki agar hidup kita jauh lebih berwarna. Sosok seorang sahabat tidak akan pernah bisa tergantikan dengan sosok lainnya, meskipun kita memiliki sahabat-sahabat baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar