Kepada Dee,
Setelah puas banget dengan karya Perahu Kertas mbak, saya kemudian mulai mencoba terus memiliki karya-karya berikutnya. Namun sayangnya, sampai hari ini novel-novel sebelumnya belum mampu saya peroleh. Stok selalu habis di toko-toko buku Depok. Tapi saya berharap bisa melengkapi seluruh karya-karya Mbak suatu hari nanti. Setelah berhasil memiliki Perahu Kertas dengan karakter Kugy dan Keenan-nya, saya membeli Madre. Jarak waktu antara saya membeli Perahu Kertas dengan Madre cukup lama yaitu sekitar dua bulan; karena kesibukan saya sebagai mahasiswa DKV yang selalu saja digempur tugas-tugas.
Dari segi kover, Madre cukup bagus dan mewakili cerita Madre beserta Tan de Bakker. Warna oranye (yang merupakan warna favorit saya) dengan sketsa bangunan yang sepertinya ilustrasi dari lokasi berdirinya Tan de Bakker. Judul dengan gambar sebuah kunci klasik dikelilingi adonan biang menambah kesan mewah Madre. Pada posisi belakangnya terdapat foto sebuah dapur yang saya tafsirkan sebagai tempat pengolahan roti milik Tan de Bakker. Secara tampilan “kulit” sudah cukup membuat saya terpanggil untuk membaca satu per satu karya fiksi di dalamnya, mbak.
Secara keseluruhan 13 karya di dalam buku ini sangat “ajaib” bagi saya karena mampu menyajikan hal-hal kecil yang ternyata bisa “disulap” menjadi sesuatu yang luar biasa, dan saya suka semuanya. Contohnya di dalam Semangkok Acar untuk Cinta dan Tuhan. Mbak dee berhasil menyimbolkan arti dari cinta dan Tuhan lewat sebuah kupasan bawang. Benar-benar brilian, mbak.
Selain Semangkok Acar untuk Cinta dan Tuhan, karya yang paling saya suka selanjutnya adalah Madre. Dari tulisan tersebut tokoh Tansen mengenang di kepala saya. Dikarenakan karakternya hampir merefleksikan diri saya, kecuali tato dan rambut gimbalnya. Dalam tulisan itu, mbak Dee benar-benar menunjukkan kebolehannya dalam memadukan antara romansa dengan para “seniman” kue. Sama seperti dalam novel Perahu Kertas yang menyajikan Kugy seorang pendongeng dan Keenan seorang pelukis. Hebat. Luar biasa.
Selanjutnya, Rimba Amniotik. Secara cerdas mbak Dee merefleksikan dari sisi berbeda peristiwa seorang perempuan yang tengah mengandung.Di sana dituliskan: Seorang ibu yang mengandung anak di rahimnya sesungguhnya sedang berada dalam rahim yang besar lagi. Menurut saya, Rimba Amniotik mengisyaratkan bagaimana hubungan antara bayi dalam kandungan dan ibu yang mengandungnya. Mereka saling mengajari satu sama lain tentang arti sebuah kehidupan yang seperti membolak-balikkan sekeping koin yang sama. Sungguh penyimbolan yang luar biasa hebatnya, mbak.
Dan untuk puisi-puisi yang dimuat, saya suka semuanya. Karena mampu memberikan inspirasi menulis puisi bagi saya.
Mbak Dee memang salah satu dari sekian banyak penulis yang patut diprioritaskan karya-karya “ajaibnya”. Saya tidak menyesal menjadi pembaca novel-novel mbak Dee, nominal uang yang dikeluarkan tak sebanding dengan apa yang ada di balik tiap baris kalimat di dalamnya. Saya harap mbak Dee terus mampu menghasilkan karya-karya “ajaib” berikutnya. Saya tungguh lho, mbak.
Radik “Cak RaSa” Sahaja
Untuk: Mizan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar