Kepada Dee,
Bagaimanakah kabarnya, mbak Dee? Semoga selalu dalam rahmat kasihNya. Amin. Novel pertama mbak adalah Perahu Kertas. Mengapa? Karena pada awalnya, saya bukanlah orang yang gemar membaca novel; bisa dibilang anti-novel. Karena dulu saya menganggap novel merupakan buku yang menakutkan. Novel merupakan benda yang berisi tulisan panjang, dan celakanya lagi tak ada ilustrasi di dalamnya. Benar-benar menjadi momok buat saya. Namun demikian saya tetap hobi membaca dan menulis cerpen serta puisi sedari SD.
Dan sampai akhirnya ketika mencari-cari buku referensi untuk mata kuliah nirmana di salah satu toko buku ternama, saya melintasi deretan novel. Banyak sekali novel-novel di sana, mbak. Tapi mata saya langsung terpikat pada tampilan kover Perahu Kertas. Desainnya yang unik dengan warna latar hijau membuat saya ingin menyentuhnya. Lalu saya baca sinopsisnya, dan pada dua baris terakhir saya mulai penasaran: Akankah dongeng dan lukisan itu bersatu? Akankah hati dan impian mereka bertemu? Saya merasa ada sebuah “misteri” yang harus saya kuak. Sayangnya, pada waktu itu tujuan utama saya adalah membeli buku refrensi mata kuliah nirmana. Jadi, saya meletakkannya kembali ke tempat semula. Lagipula uang saya hari itu habis untuk membeli buku yang saya cari. Dalam hati saya berkata,” besok aku harus balik lagi buat beli Perahu Kertas.”
Keesokannya, seusai kuliah, saya menyempatkan mampir kembali ke toko yang sama untuk misi membeli Perahu Kertas. Dengan langkah senang saya menyambangi tempat Perahu Kertas berada. Namun na’as buat saya hari itu. Harapan saya pupus ketika harus menerima kenyataan bahwa tak ada satu pun Perahu Kertas di tempat itu. Kata pekerja di sana, telah habis terjual dan entah kapan akan dikirim lagi. Untuk kedua kalinya saya pulang tanpa Perahu Kertas di tangan saya.
Hari-hari berikutnya, saya mencoba mendatangi cabang-cabang toko buku tersebut di berbagai tempat, mulai dari Cinere, Cilandak, dan Pejaten. Tapi tetap saja nihil hasilnya, mbak. Saya sempat putus asa dan tak berpengharapan untuk bisa memiliki Perahu Kertas selamanya.
Setelahnya seminggu sekali saya secara rutin keluar-masuk toko buku yang ada di Depok. Dan hal itu terjadi lebih dari sebulan, mbak. Sampai akhirnya saya mendapatkan juga sebuah Perahu Kertas. Novel tersebut saya baca setiap ada waktu senggang, dan berhasil dibabat habis dalam 4 hari saja. Ceritanya yang ringan, namun penuh makna di dalamnya membayar sudah perjuangan saya sebelumnya.
Misteri “Akankah dongeng dan lukisan itu bersatu? Akankah hati dan impian mereka bertemu? “ terjawab sudah ketika membaca Perahu Kertas secara keseluruhan. Dengan perbedaan yang keduanya miliki ternyata dapat dipersatukan oleh cinta. Dan keduanya menjadi satu perbaduan yang membuat kesempurnaan dalam hidup. Sama seperti dalam kehidupan nyata, ketika kita menerima kekurangan seseorang dengan kelebihan yang ia punya, maka orang tersebut pun kiranya akan melakukan hal yang sama. Dan pernyataan “hati dipilih, bukan memilih” mengubah persepsi saya tentang cinta. Kalau boleh saya tahu, inspirasi Perahu Kertas datang dari mana mbak?
Gak sia-sia pengorbanan saya yang harus bolak-balik keluar-masuk toko buku. Pertahankan terus, mbak Dee. Dan saya harap karya-karya berikutnya lebih menyentuh lagi. Ditunggu lho mbak karya selanjutnya. Sukses selalu.
Radik “Cak RaSa” Sahaja
Untuk: Mizan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar