...
“Aku karo Tursi ancen deket, tapi aku karo Tursi cuman sahabatan tok ae.”
“Lah, terus, lapo’o lho pas ditako’i lagi ngesir sapa, awakmu malah nako’ keberadaane Tursi? Terus sapa lho arek sing lagi kon sir, Dik?” Zulaikhah tampak mulai sedikit bingung dengan sikapku yang terlihat kurang beres. Aku membalasnya dengan senyuman.
Saat aku dihadapkan pertanyaan itu, belum bisa kupastikan rasanya apa benar aku tengah jatuh hati kepada gadis yang notabene selama di SD menjadi rivalku. Aku belum mampu meyakinkan hati.
Masih belum sanggup untuk mengatakan namanya sebagai sosok yang tengah aku taksir. Aku dilanda ketidakpastian. Hidupku pun menjadi tidak pasti.
*******
Sejak ditaruhnya surat spesial itu, setiap ada kesempatan aku selalu memandang ke arah gedung 7C. Dalam hatiku berharap mampu mencuri-curi pandang sosok gadis pujaanku. Ah, rasanya tidak ada yang lebih indah jika dibandingkan dengan getaran asmara untuk pertama kalinya. Aku tak tahu apakah akan sedahsyat ini bila nanti aku jatuh hati untuk kesekian kali. Biarlah waktu yang menjawabnya.
"Hayo!" Zulaikhah secara tiba-tiba muncul di hadapanku," Ciye.. yang lagi kasmaran nih ngelamun ae rek."
Aku terkaget dibuatnya. Aku mencoba menyangkalnya," Apaan sih, Zul. Kamu itu ya.. bisanya bikin gosip ae."
"Halah, Kri. Udahlah, aku tahu kok kamu akhir-akhir ini sering ngelamun dengan tatapan yang terarah ke lantai dua. Apakah sang pujaan hati berasal dari salah satu ruang di atas sana, kawanku?" Zulaikhah mencoba berbicara laksana penyair yang tengah membacakan karyanya. Memang Zulaikhah memiliki hobi menulis diari. Apapun ia catat di tiap halaman diari bergambar Hello Kitty miliknya.
Lagi-lagi aku hanya sanggup membalasnya dengan senyuman.
Tak terasa ternyata sudah hampir seminggu berselang. Namun balasan darinya tak kunjung aku dapatkan. Dan diriku kembali terbelenggu pikiran bahwa suratku tempo hari tak sampai ke tangan Dewi. Surat itu dibuang!
Gara-gara pikiran tersebut, aku jadi tak karuan rasanya. Apa-apa jadi jauh lebih tidak pasti dari sebelumnya. Mau ini-itu jadi kurang bergairah. Hidupku serasa membenaniku. Aku hanya mampu berkutat dengan peristiwa penyelipan surat spesial di tasnya tempo hari, berharap menemukan kesalahan dari apa yang aku lakukan. Tapi sampai pening kepalaku, tak jua mampu aku dapatkan kesalahan yang kucurigai telah terlakukan pada waktu itu.
"Udah tenang aja, Kri. Toh, kalo emang dhe'e nerima suratmu pasti bakal dibalas. Tinggal nunggu waktu ae. Sing sabar," ujar Zulaikhah. Aku hanya terkaget dengan pernyataannya itu.
Aku sampai hari ini tak habis telah puluhan kali dibuat kaget oleh ucapan yang dilontarkan Zulaikhah. Dan untuk saat ini, yang buat aku tak mengerti bagaimana bisa ia tahu aku mengirimkan surat untuk pujaan hatiku, meskipun ia tak tahu siapa nama orangnya? Apa ia memiliki mata di langit untuk mengawasi gerak-gerikku? Sungguh, Zulaikhah bagiku seperti sosok yang penuh misteri. Di balik kesan cerewet dan bawelnya itu, ia menyimpan banyak sekali misteri yang belum mampu aku kuak.
Jam pelajaran kedua berakhir, kini saatnya untuk beristirahat 30 menit. Seperti biasa, aku keluar untuk membeli beberapa jajanan yang dijual di kantin. Kali ini aku sendiri pergi ke sana, tak ditemani Zulaikhah dan lainnya.
Kali ini aku ingin membeli beberapa tusuk sate usus, sepuluh ote-ote, dan minuman sasetan. Nikmat rasanya menyantap jajanan yang dijual di sini. Semuanya tak lebih dari Rp 8.000. Harga yang terjangkau, perut pun kenyang rasanya. Kalau dipikir-pikir, suasana seperti ini tak jauh beda di kala SD dulu. Aneka makanannya selalu bikin ketagihan dan bikin kangen. Dan yang paling penting, penjualnya benar-benar melayani dengan hangat.
Sesaat aku h
Tidak ada komentar:
Posting Komentar