Jumat, 11 November 2011

Kenangan dalam Tetesan Hujan (Part 3)

...

“Ah, gimana nanti aja. Yang penting usaha aja dulu, hasil belakangan,” gumamku. Aku tetap optimis bahwa surat itu akan sampai di tangan gadis pujaanku itu.

Bel tanda waktu istirahat suaranya terdengar dari speaker di pojok kanan atas ruang kelas. Waktunya menjalankan rencana.

“Hmmm..aku keluar duluan ya, kawan.”

Aku meminta izin kepada Tursi dan Zulaikhah yang masih membahas sedikit tugas kelompok Bahasa Indonesia kami tadi. Selain sebagai teman sekelas dan satu kelompok Bahasa Indonesia, kami bertiga bisa dibilang cukup dekat antar satu sama lain.

“Mau kemana nih, buru-buru amat kayaknya?” Zulaikhah mencoba memancingku. Tursi terlihat tengah membereskan buku-buku di atas mejanya.

“Hmm…anu..” Sial, aku tak memersiapkan alasan untuk pertanyaan seperti itu.

“Aku arep ketemu temen SD-ku sik, yha.”

Tursi yang mendengar kata ‘teman’ dari mulutku pun mendadak bersekongkol dengan Zulaikhah. Ia pun ikut mendesakku mengatakan sebenarnya karena tahu dari gerak-gerikku aku sedang menutupi sesuatu.

“Temen atau temen, nih, Dik?”
Aku mencoba meyakinkan mereka bahwa yang akan aku temui hanyalah temanku, bukan orang yang lagi aku taksir. Aku mencoba memakai nada sedikit dongkol, biar berkesan serius dengan apa yang aku ucapkan tadi.

“Seriusan, deh. Cuma temen di SD aja.”

Mereka percaya, dan memersilahkan aku menemui ‘teman’ SD-ku itu. Ah, akhirnya datang juga waktu untuk menyuratkan isi hatiku.Aku meninggalkan kelasku, dan segera menucu kelas 7C yang berada di lantai 2.

Terasa, waktu begitu lambat bergeraknya. Semua orang, seakan-akan tengah menatap gerak-gerik yang mencurigakan dariku, berharap aku tertangkap basah. Kegugupanku terlepas dalam bentuk butiran-butiran keringat yang kian membasahi tubuhku. Di setiap langkah kakiku, aku merasakan terjadi pertempuran, antara rasa cemas dan optimis, di dalam kepalaku. Bila aku dapat melihat kondisiku saat ini, mungkin aku terlihat seperti jiwa yang berada di padang mansyar. Menanti keputusan akhir Tuhan, apa aku akan menjadi salah satu penghuni surga atau neraka.

Tangga yang aku lewati pun terasa bertambah anaknya. Rasanya lama sekali untuk mencapai lantai dua itu.Beban tubuhku juga secara mendadak menjadi jauh lebih berat.

Setelah melalui berbagai fatamorgana itu, akhirnya berhasil juga aku menginjakkan kaki pertamaku di lantai dua. Segala ‘kepalsuan’ itu seketika hilang. Semua kembali berjalan apa adanya, kembali berjalan normal.

Aku lanjutkan langkahku menuju kelas 7C. Sesampainya di depan pintu kelas tersebut, aku mengintip pelan-pelan untuk memastikan bahwa Dewi sudah meninggalkan ruang kelas. Jantungku berdegub lebih cepat.

Untungnya, ruang kelas itu telah banyak ditinggal oleh penghuninya. Hanya tersisa dua orang yang memilih untuk tetap diam di dalamnya. Aku amati mereka secara cermat. Rupanya, mereka tengah asyik bermain dengan gadget mereka. Ini merupakan peluang bagus untuk aku segera melancarkan misiku.

Aku harus bergerak cepat sebelum banyak yang kembali. Tak ingin rencanaku gagal karena kepergok oleh banyak orang.Aku belum siap menanggung rasa malu tengah kedapatan hendak menaruh surat spesial secara diam-diam.

Gerakanku berubah menjadi seperti ninja yang lagi mengendap-ngendap mendekati wilayah musuh. Tak ingin aku terlihat oleh oleh kedua teman sekelas Dewi. Dalam tradisi sini, gerakanku tak lebih dari maling yang tengah menyantroni rumah orang.

Perlahan namun pasti, aku berhasil mencapai bangku tempat Dewi duduk. Masih dapat kucium wangi parfumnya. Sungguh, menggetarkan hatiku.

....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar