Jumat, 11 November 2011

Kenangan dalam Tetesan Hujan (Part 2)

....

Kala itu, tanpa alasan yang jelas, aku jatuh hati pada seorang gadis bernama Dewi Permatasari. Gadis berdarah Tionghoa-Sunda, yang notabene adalah kenalanku sewaktu SD dulu, itu telah mampu membuat ku tergelincir ke dalam nikmatnya sebuah cinta. Walaupun orang bilang itu masih sebatas ‘cinta monyet’.

Aku, yang kala itu tak mampu mengutarakan secara langsung perasaanku padanya, mengirimi ia sepucuk surat berisikan curahan segenap perasaanku dilengkapi dengan sebuah puisi sebagai penjelas. Amplopnya pun aku buat dengan tanganku sendiri. Kugambar sebuah ilustrasi seorang gadis jelita yang tak lain-tak bukan adalah Dewi, dan seorang pria yang menggambarkan sosokku pada bagian depannya. Di antara kedua sosok manusia itu tertulis dengan indah: Untuk Dewi Permatasari, hurufnya pun dengan susah payah aku tulis menyerupai gaya tulisan roman-roman Eropa. Elegan dan sensual. Butuh waktu berjam-jam untuk membuat surat spesial itu; mulai dari menulis surat menggunakan tulisan sambung secara manual, membuat puisi yang terdiri dari 4 bait, dan mendesain dengan apik rupa amplopnya.

Sebelum aku mengirimkan surat itu padanya, aku semprot minyak wangi di kedua sisi amplop itu. Keadaanku saat itu benar-benar terinfluens oleh tayangan di televisi yang sering aku lihat. Ah, beginilah rasanya jatuh cinta? Kemudian aku pun tersenyum sendiri membayangkan apa jadinya esok pagi.

Sepanjang malam, aku gelisah sendiri. Aku merasa tak nyaman berada di atas tempat tidurku. Mataku tak sejalan dengan rasa kantuk yang berulang kali menguap lewat mulutku. Otakku masih bekerja meski lelah telah menjajah tubuhku.

Pukul 06.30, aku berangkat dengan sejuta ketidakpastian atas hal-hal yang akan terjadi pada hari ini. Terlebih terdapat sepucuk surat spesial di dalam tas ransel. Matahari mulai menghangatkan hati dan jiwaku.

Rencanaku, sewaktu istirahat nanti, aku menyelinap masuk ke kelasnya, dan menyelipkan surat itu ke dalam tasnya. Dan sewaktu di rumah nanti, ia akan terkejut ketika menemukan benda asing bersemayam di dalam tas merah mudanya.

Di samping itu, rasa cemas pun menepikan harapan-harapan indah tadi. Bagaimana nanti kalau saat aku meninggalkan kelas, ada teman sekelasnya yang melihat, kemudian surat yang baru aku taruh itu dibuangnya? Atau surat itu tak tertemukan olehnya? Bisa juga, dibiarkan saja suratku itu dan pada akhirnya dibuang karena kondisinya yang tak jauh dari sebuah sampah?

....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar