Senin, 23 Januari 2012

Sebuah Rahasia Kecil (Part 8)

...

Sudah lima belas menit yang lalu pergantian jam pelajaran, namun guru pengajarnya belum juga kelihatan. Apakah beliau tidak dapat hadir di kelas karena ada urusan mendadak di luar? Aku tak tahu pasti. Yang pasti, saat-saat seperti ini --- tanpa guru di kelas --- menjadi momen yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Beberapa dari teman sekalasku memilih untuk berkumpul bersama teman sepermainan, dan ada pula yang mencoba memahami materi baru pelajaran kedua ini. Sedangkan aku sendiri memilih untuk tenggelam ke dalam lamunanku.
Aku memikirkan bagaimana caranya aku memberikan surat spesial kepadanya. Apa harus bertingkah macam ninja seperti dalam mimpiku semalam? Ah, terlalu dramatis dan kurang realistis. Dan seketika aku teringat tawaran dari Hani.
Untung Tursi dan Hani sedang berbincang-bincang membahas sinetron yang tengah mereka ikuti ceritanya. Dan tanpa basa-basi lagi langsung aku meminta bantuannya,” Han, bisa minta tolong gak?”
Ia menghentikan perbincangannya dengan Tursi dan bertanya,” Hmm..minta bantuan apa, Kri? Soal ehem-ehemmu yha?” Maksud dari ehem-ehem tak lain dan tak bukan adalah orang yang kutaksir.
Dengan sedikit ragu bercampur malu, aku mengatakan,” Iya, ada hubungannya ama pujaan hatiku, Han. Bisakah kiranya?”
“Beres, tenang ae awakmu, Kri. Semua masalah pasti tuntas kalau dikerjakno karo aku,” ujar Hani diikuti gerakan tangan kirinya yang menepuk dada.
“Turs, melamun aja dari itu,” sapaku. “Kamu kok diam ae sih? Gak kayak biasae. Biasae kan lek ketemua karo aku langsung memuntahkan rentetan kata. Tumben,” Aku heran dengan sikap Tursi akhir-akhir ini. Mungkinkah ia tengah sakit dan merahasiakan sesuatu? Aku tak tahu pasti.
Ia tak merespon pernyataanku dengan banyak kata,” Gak apa-apa, Kri. Lagi gak mood.” Lalu ia mengakhirinya dengan senyuman khasnya.
“Hmm.. Ngomong-ngomong arepe minta bantuan apa awakmu, Kri?” kata Hani dengan antusias.
Tak ingin kehilangan kesempatan, aku dengan cepat menjawab,” Tolong berikan surat ini untuk Dewi arek 7C, Han.” Lantas aku mengeluarkan sepucuk surat yang semalam aku buat.
Ia tampak diam sejenak.”Dewi? Sing cino iku tah?” tanya Hani untuk memastikan kebenaran praduganya. Dan aku mengangguk.
“Siap, entar pas istirahat langsung tak kasihin ke areke.”
Sebelum ia memasukkan surat spesial itu, aku berpesan padanya,” Han, tolong bilang ke areke ‘ada titipan dari arek 7F’. Kalian wis saling kenal tah?”
“Siap, bos.” Hani mengangkat jempolnya. “Sebenare awakku mek eroh tok areke sing ndhi, tapi rung pernah kenalan. Areke sisan pasti rung eroh awakku,” ujar Hani dan menutupnya dengan tawa khasnya.

...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar